Andros D.S
Majelis XIV
begitulah tertulis namaku di undangan pernikahan teman sekantor beda majelis, tapi hanya dipisahkan sekat dari triplek. Pungki dan Euis, nama pasangan yang akan kuhadiri resepsinya pada tanggal 8 Januari 2011 di kota Madiun.
Bis, satu satunya angkutan yang ada di benakku, tidak ada kata pesawat ataupun kereta.
Susun rencana dulu sebelum berangkat. kebetulan sekali ada teman dari SMP sampai kuliah, sampai kerja pun satu kompleks, bahkan sampai pulang kampung pun sering bareng. "pengen njajal bis sepure iku piro to tikete?" (mau mencoba bis kereta itu berapa sih tiketnya) tanyanya sambil menunjuk Shantika Big Top berwarna biru dan bermesin Hino RK8. "160 ribu, nanti dulu, kita masih magang". masih kuingat pembicaraan kami tahun 2009 saat Shantika Big Top menjadi bintang baru di terminal Rawamangun yang sebelumnya dibintangi Nusantara Scania Irizar versi Adiputro.
sekali lagi harus mengendap endap dari agen Muji Jaya, bis yang biasa kunaiki kalau pulang ke Magelang.
-lho ke Magelang kok naik bis Jepara, emang lewat?
-memang tidak saudara saudari handai taulan sekalian, kami turun di Terboyo saja, lalu lanjut pulang ke Magelang naik bumel.
-lha kok naik bis Jepara?
-sini saya jelaskan, sebagai aparatur negara yang diatur oleh absen, jam 17.00 adalah waktu yang ditetapkan untuk absen pulang, sedangkan bus ke Magelang paling telat 17.00 meninggalkan terminal Lebak Bulus (Ramayana E1, Santoso seri F, OBL Exe dan SE, kalau yang lain kurang tau), ataupun 16.00 dari Rawamangun (Ramayana E3 dan OBL Exe). Jadi kesimpulannya bis Magelang gak memungkinkan untuk pulang.
kembali ke topik awal. Karena tidak ada lagi Big Top, kuputuskan untuk mencoba Scania K380 milik Shantika ini.
“mas mau pulang kapan” wah kepergok juga sama agen MJ, tapi seketika ide muncul
“Madiun mas, mau kondangan” jawabku spontan
“itu mas naik Shantika”
wah, baik sekali agen2 ini mau memberitahu, padahal untuk rute Jakarta – Jepara, jelas jelas kedua PO ini adalah rival yang bersaing ketat untuk berebut kue penglajo dari Semarang dan daerah Muria Raya lainnya. Istilahnya S3 atau Setiap Sabtu Setor. Istilah dari bapak2 pelanggan MJ yang bekerja di BPPT kalo ga salah.
“lha yang disetor apa pak?”
“yo nek ra duit yo setor rai karo bojone” (ya kalo tidak duit ya setor wajah)
ada lagi istilah PJKA, Pulang Jumat Kembali Ahad. Istilah ini kudengan dari penglajo dari Kutoarjo yang pada saat itu berbincang denganku di kereta Sawunggalih.
“lae, Scorpion King brapa”
“140 ribu saja, turun mana lae?”
“Semarang aja, 2 seat yang 1, 2 ya lae”
2 seat aman karena bukan musim liburan, dan berharap dapat yang jok kulit sintetis..
Etape 1 Jakarta Semarang
7 Januari 2011
06.30 sudah mendarat di terminal Rawamangun, lihat lihat armada, ternyata bukan yang jok kulit. Gapapalah yang penting tetep lebar.
”wah mantep, toilete nang tengah yo?” kata temanku
“iyo, tapi cilik” (iya, tapi kecil)
beli air putih, bir, permen hepiden, cemilan buat menemani melek.
“berangkat lae” kata agen, tidak sesuai seperti yang dijanjikan yaitu setengah 7. Ya kalo setengah 7 berangkat saya pasti ketinggalan.
Haryanto hijau sudah berangkat duluan, Nu 3 juga.
ada 4 armada Shanti di sini, 1 K380, 1 AMG (punya Admin 1 bismania.com ya?), ijo tosca RK-8, dan ungu. Tosca berangkat duluan kami menyusul. Air Sus terasa masih nyaman, dan mentul mentul. Suspensi ini memang nyaman, tapi menurut driver2 terasa limbung. Kalau pake per muntulnya ke atas bawah, kalo pake balon mentulnya kanan kiri dan menurut driver2 kurang enak, entahlah maksud ”enak” di sini apa.. Masuk tol Cikampek mulai terasa garangnya mesin yang konon paling besar tenaganya untuk bis. Akselerasi serasa mobil bensin, tarikan oke dan napas panjang. Mulai dari Sinar Jaya, Sumber Alam, Dedy Jaya, bis kota mulai jadi korban keganasan Shantika bermesin besar ini.
Tapi tunggu dulu, kok tidak ada snack yang dibagikan ya? mungkin ini sebagai masukan pula untuk PO Shantika, semoga ke depannya menyediakan snack untuk pengganjal perut karena baru makan sekitar jam 9 malam. Kompetitor2nya (Jeparaan) sudah menyediakan snack untuk penumpangnya, mungkit terlihat sepele, tapi mungkin bisa untuk menarik penumpang apalagi ditambah kemasan yang menarik sekalian promosi.
Terlihat Haryanto hijau mengejar Nu3 Scania. Jalanan sudah mulai longgar, mesin pun berbicara. Haryanto mampu diovertake, tapi Nu3 terus berlari dan hingga berbelok di Dawuan tidak terkejar sementara kami lurus terus sampai gerbang paling ujung dari tol ini..
Dari Flyover terlihat Haryanto sudah lewat, apakah lebih cepat lewat Dawuan ya?
Tempel menempel terjadi, Raya dilewati (kok masih kelihatan ya? apakah armada terakhir dari Jakarta?). Lama kelamaan Haryanto menjauh, ditambah sepi bis2 lain, yang ada hanya bumel2 yang bisa dilewati ketika trek lurus kosong.
masuk rumah makan jam 10 lewat, Ijo Tosca menyusul 15 menit kemudian. Setengah jam makan, lanjut mengarungi Pantura. Kalo habis makan penyakit lamaku selalu kambuh, ngantuk pun mulai menyerang, tidur saja ah, toh tidak ada kawan tidak ada lawan. Jalanan rusak karena proyek perbaikan jalan yang kurang maksimal, lubang di mana-mana. Airsus memang mampu meredam getaran, tapi tidak mampu menahan bunyi ”gemlodak” yang riuh rendah di dalam kabin. alhasil tidur kurang maksimal. Sekitar jam 1 pagi, kernet yang tadinya tidur di belakang pindah ke kursinya semula ”Gemlodhake banter tenan, raiso turu aku” (gemlodhaknya keras sekali, tidak bisa tidur saya).
pukul 3 pagi di kendal terlihat Kramat Djati yang menurutku bermesin Hino sedang beradu kencang dengan bus Parwis, susah sekali mengejar bus yang berlambangkan 3 bulatan tersebut. Sampai persimpangan 2 jalur, jalur lama dan jalur baru alas roban, Kramat Djati berbelok ke kanan sementara Shanti lurus saja. 15 menit kemudian di tikungan2 alas roban, Shanti ijo tosca menyodok tanpa dosa melewati K380 ini. Bus yang kunaiki hanya bisa menguntit dan menyaksikan kelihaiannya melewati truk2 di depannya.. Masuk pos kontrol bersamaan, tapi Ijo Tosca berjalan duluan setelah penumpang2 menunaikan shalat. 04.30 pagi sampai di Kalibanteng, naik taksi ke rumah dinas teman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar