Kamis, 27 Januari 2011

Estafet kondangan ke Madiun etape 1

Undangan, Kepada Yth. Bapak/Ibu/Saudara(i)

Andros D.S

Majelis XIV

begitulah tertulis namaku di undangan pernikahan teman sekantor beda majelis, tapi hanya dipisahkan sekat dari triplek. Pungki dan Euis, nama pasangan yang akan kuhadiri resepsinya pada tanggal 8 Januari 2011 di kota Madiun. 

Bis, satu satunya angkutan yang ada di benakku, tidak ada kata pesawat ataupun kereta.
Susun rencana dulu sebelum berangkat. kebetulan sekali ada teman dari SMP sampai kuliah, sampai kerja pun satu kompleks, bahkan sampai pulang kampung pun sering bareng. "pengen njajal bis sepure iku piro to tikete?" (mau mencoba bis kereta itu berapa sih tiketnya) tanyanya sambil menunjuk Shantika Big Top berwarna biru dan bermesin Hino RK8. "160 ribu, nanti dulu, kita masih magang". masih kuingat pembicaraan kami tahun 2009 saat Shantika Big Top menjadi bintang baru di terminal Rawamangun yang sebelumnya dibintangi Nusantara Scania Irizar versi Adiputro.

sekali lagi harus mengendap endap dari agen Muji Jaya, bis yang biasa kunaiki kalau pulang ke Magelang.
-lho ke Magelang kok naik bis Jepara, emang lewat?
-memang tidak saudara saudari handai taulan sekalian, kami turun di Terboyo saja, lalu lanjut pulang ke Magelang naik bumel.

-lha kok naik bis Jepara?
-sini saya jelaskan, sebagai aparatur negara yang diatur oleh absen, jam 17.00 adalah waktu yang ditetapkan untuk absen pulang, sedangkan bus ke Magelang paling telat 17.00 meninggalkan terminal Lebak Bulus (Ramayana E1, Santoso seri F, OBL Exe dan SE, kalau yang lain kurang tau), ataupun 16.00 dari Rawamangun (Ramayana E3 dan OBL Exe). Jadi kesimpulannya bis Magelang gak memungkinkan untuk pulang.


kembali ke topik awal. Karena tidak ada lagi Big Top, kuputuskan untuk mencoba Scania K380 milik Shantika ini.
“mas mau pulang kapan” wah kepergok juga sama agen MJ, tapi seketika ide muncul
“Madiun mas, mau kondangan” jawabku spontan
“itu mas naik Shantika”
wah, baik sekali agen2 ini mau memberitahu, padahal untuk rute Jakarta – Jepara, jelas jelas kedua PO ini adalah rival yang bersaing ketat untuk berebut kue penglajo dari Semarang dan daerah Muria Raya lainnya. Istilahnya S3 atau Setiap Sabtu Setor. Istilah dari bapak2 pelanggan MJ yang bekerja di BPPT kalo ga salah.
“lha yang disetor apa pak?”
“yo nek ra duit yo setor rai karo bojone” (ya kalo tidak duit ya setor wajah)

ada lagi istilah PJKA, Pulang Jumat Kembali Ahad. Istilah ini kudengan dari penglajo dari Kutoarjo yang pada saat itu berbincang denganku di kereta Sawunggalih.


“lae, Scorpion King brapa”
“140 ribu saja, turun mana lae?”
“Semarang aja, 2 seat yang 1, 2 ya lae”

2 seat aman karena bukan musim liburan, dan berharap dapat yang jok kulit sintetis..

Etape 1 Jakarta Semarang

7 Januari 2011
06.30 sudah mendarat di terminal Rawamangun, lihat lihat armada, ternyata bukan yang jok kulit. Gapapalah yang penting tetep lebar.
”wah mantep, toilete nang tengah yo?” kata temanku
“iyo, tapi cilik” (iya, tapi kecil)
beli air putih, bir, permen hepiden, cemilan buat menemani melek.


“berangkat lae” kata agen, tidak sesuai seperti yang dijanjikan yaitu setengah 7. Ya kalo setengah 7 berangkat saya pasti ketinggalan. 
Haryanto hijau sudah berangkat duluan, Nu 3 juga.
ada 4 armada Shanti di sini, 1 K380, 1 AMG (punya Admin 1 bismania.com ya?), ijo tosca RK-8, dan ungu. Tosca berangkat duluan kami menyusul. Air Sus terasa masih nyaman, dan mentul mentul. Suspensi ini memang nyaman, tapi menurut driver2 terasa limbung. Kalau pake per muntulnya ke atas bawah, kalo pake balon mentulnya kanan kiri dan menurut driver2 kurang enak, entahlah maksud ”enak” di sini apa.. Masuk tol Cikampek mulai terasa garangnya mesin yang konon paling besar tenaganya untuk bis. Akselerasi serasa mobil bensin, tarikan oke dan napas panjang. Mulai dari Sinar Jaya, Sumber Alam, Dedy Jaya, bis kota mulai jadi korban keganasan Shantika bermesin besar ini. 

Tapi tunggu dulu, kok tidak ada snack yang dibagikan ya? mungkin ini sebagai masukan pula untuk PO Shantika, semoga ke depannya menyediakan snack untuk pengganjal perut karena baru makan sekitar jam 9 malam. Kompetitor2nya (Jeparaan) sudah menyediakan snack untuk penumpangnya, mungkit terlihat sepele, tapi mungkin bisa untuk menarik penumpang apalagi ditambah kemasan yang menarik sekalian promosi.
Terlihat Haryanto hijau mengejar Nu3 Scania. Jalanan sudah mulai longgar, mesin pun berbicara. Haryanto mampu diovertake, tapi Nu3 terus berlari dan hingga berbelok di Dawuan tidak terkejar sementara kami lurus terus sampai gerbang paling ujung dari tol ini..

Dari Flyover terlihat Haryanto sudah lewat, apakah lebih cepat lewat Dawuan ya?
Tempel menempel terjadi, Raya dilewati (kok masih kelihatan ya? apakah armada terakhir dari Jakarta?). Lama kelamaan Haryanto menjauh, ditambah sepi bis2 lain, yang ada hanya bumel2 yang bisa dilewati ketika trek lurus kosong.

masuk rumah makan jam 10 lewat, Ijo Tosca menyusul 15 menit kemudian. Setengah jam makan, lanjut mengarungi Pantura. Kalo habis makan penyakit lamaku selalu kambuh, ngantuk pun mulai menyerang, tidur saja ah, toh tidak ada kawan tidak ada lawan. Jalanan rusak karena proyek perbaikan jalan yang kurang maksimal, lubang di mana-mana. Airsus memang mampu meredam getaran, tapi tidak mampu menahan bunyi ”gemlodak” yang riuh rendah di dalam kabin. alhasil tidur kurang maksimal. Sekitar jam 1 pagi, kernet yang tadinya tidur di belakang pindah ke kursinya semula ”Gemlodhake banter tenan, raiso turu aku” (gemlodhaknya keras sekali, tidak bisa tidur saya).

pukul 3 pagi di kendal terlihat Kramat Djati yang menurutku bermesin Hino sedang beradu kencang dengan bus Parwis, susah sekali mengejar bus yang berlambangkan 3 bulatan tersebut. Sampai persimpangan 2 jalur, jalur lama dan jalur baru alas roban, Kramat Djati berbelok ke kanan sementara Shanti lurus saja. 15 menit kemudian di tikungan2 alas roban, Shanti ijo tosca menyodok tanpa dosa melewati K380 ini. Bus yang kunaiki hanya bisa menguntit dan menyaksikan kelihaiannya melewati truk2 di depannya.. Masuk pos kontrol bersamaan, tapi Ijo Tosca berjalan duluan setelah penumpang2 menunaikan shalat. 04.30 pagi sampai di Kalibanteng, naik taksi ke rumah dinas teman.

Kamis, 20 Januari 2011

Ramayana Lovers

kalau mamakku ke Jakarta, pulangnya selalu naik seri F1 dari Lebak Bulus. Karena mamakku agak takut dengan kecepatan ala Santoso, jadinya naik Ramayana saja. Jadilah aku bergabung dengan Ramayana Lovers, padahal mamakku yang sering naik bis ini.

Sebuah kisah lagi yang membuatku bergabung dengan Ramayana Lovers. Pengumuman tes fisik untuk Spesialisasi Bea Cukai, saya diterima. Mamak dikerjai oleh pendeta gerejaku, bilang kalau aku gagal tes. saat itu Ibu Pendeta menelponku  dan menanyakan hasil test, aku bilang diterima. Kebetulan pula ada acara kebaktian, jadi di rumah Pendeta ramai dengan jemaat. Ibu pendeta memberikan HPnya pada mamak agar aku bisa bercakap2
"gapapa nak, besok dicoba lagi. Jangan kecewa ya nak" kata mamakku.
"lha aku diterima kok mak, piye to mamak iki." seketika itu pula meledaklah tawa orang2 yang saat itu berkumpul di sana..
17.00, dalam bus Ramayana seri E1, posisi saat itu akan masuk tol Cawang.

"sampai mana nak"
"Ambarawa mak?" ada apa mamak menelponku pagi2 jam 4an.
"oh yaudah, kamu naik apa?"
"Ramayana mak"

pukul 04.30 pagi, di depan Gereja GPIB tepat di samping Rumah sakit Budi Rahayu, mamakku sudah menunggu hampir 1 jam di pinggir jalan. Turun dari bus, disambut pelukan dan cium di pipiku
"Selamat ya nak"

jaman kuliah, jamannya berhemat

sewaktu sekolah atau lebih tepatnya kuliah di Jakarta, momen pulang kampung tiap 2 bulan sekali adalah hal yang ditunggu tunggu. Untuk mencapai Magelang, hanya bis saja yang kuandalkan, yang lain tidak. Kenapa?? coba kita analisis satu per satu.
 Kepraktisan :
- naik bis : naik angkot 09 sampai Lebak Bulus, trus naik bis (Santoso biasanya) turun di depan gereja Wates, Magelang
- naik kereta : naik angkot 05 sampai Pondok Ranji, lanjut KRL/KRD sampai Tanah Abang, lanjut kereta (Argo Bengawan atau Argo Progo, hehehe) turun Jogja/Purworejo, lanjut naik Bumel ke terminal Magelang, lanjut naik angkot. Ribet sekali bukan?
Itulah alasan saya memilih bis daripada kereta.

Biaya (dalam Rupiah lho):
- naik kereta : ada 2 opsi di sini. 1, naik kereta ekonomi dari Tanah Abang. Ongkos angkot 2.000, KRL 1.500 yang AC 5.000, Bengawan/Progo 28.000, bumel Sumber Alam dari Kutoarjo 10.000, angkot dari terminal ke Wates 2.000. Total 43.500 bila naik KRL ekonomi, 47.000 bila naik KRL AC. 2, naik Senja Utama dari Jatinegara. angkot sampai Ulujami 2000, Metromini 71 sampai Blok M 2.000. Blok M - Jatinegara 2.000. Jatinegara Jogja fleksibel, bila beruntung dengan 10.000 saja bisa sampai Jokja/Kutoarjo, bila apes bisa 30.000. Jogja/Kutoarjo naik Bumel kita pukul rata 10.000, angkot ke Wates 2.000. 29.000 ongkos minimal, 49.000 maksimal.
naik bis : ongkos angkot 4.000, bis bisnis RS 35.000, eksekutif 50.000, kadang 60.000. turun di Wates, tak perlu ngangkot. 39.000 untuk bisnis RS, 53.000 sampai 63.000 untuk eksekutif. Dengan range tak terlalu jauh, mendingan naik bis. soalnya kalo kereta ekonomi atau bisnis kurang nyaman menurutku.

Itulah alasanku memilih bis. Tapi pasti ada yang bertanya tanya, kok ongkos bisnya murah ya? emang tahun berapa? OK saya jelaskan, saya kuliah medio 2005 sampai 2008, tiket Santoso tidak berubah dalam jangka waktu 3 tahun, bisnis 65.000, bisnis AC 85.000-90.000, eksekutif 115.000. Lha kok bukan 50.000? saya sekolah dengan biaya orang tua yang pas2an, adik saya juga SMA dan lanjut kuliah, dan uang saku saya tiap bulan 600.000 sampai 800.000 tergantung buku2 dan materi perkuliahan. ditambah kos2an 3 juta per tahun, saya tidak mau membebani lagi dengan ongkos pulang kampung yang harganya bisa sama dengan 3 hari makan. Terpaksa "Sarkawi". Santoso, Ramayana E1 (55.000, murah kan?), Senja Furnindo (entah mengapa bis Magelangan sudah tak ada yang tampak, Muncul (sampai saat ini merupakan bis paling nyaman yang saya naiki, kalau Raya belum pernah naik, tapi sepertinya nyaman sekali), Nusantara (sayangnya dapat 1521, bukan yang Scania), pernah membawaku dari Lebak Bulus ke Magelang (SF sampai Terboyo, Muncul sampai Bawen). Tapi 1 yang sampai saat ini saya masih kagum, kalau saya pulang, pasti tiket untuk ke Jakarta pasti ada, mamak tidak mengijinkanku untuk sarkawi (tapi pernah sekali pada waktu Lebaran 2008) dari Magelang ke Jakarta, soalnya tujuannya berbeda beda, ada Pulogadung, Kp. Rambutan, Lebak Bulus, dll. Santoso seri M (bodi baru pada tahun 2005), bisnis AC (2x naik, lupa serinya), seri F, G, E eksekutif bila mamak sedang baik hati. Bahkan kalo lagi baik banget, OBL eksekutif pun dibelikan.

Kamis, 13 Januari 2011

bis dan bis

"udah dari jaman kamu masi bayi udah mamak bawa ke sumatra" kata mamakku
"naik apa mak ke sana?"
"ya naik bis lah, naik ALS"
mungkin itulah bis yang pertama kali kunaiki di sepanjang perjalanan hidupku. PT Antar Lintas Sumatera.

Magelang adalah kota kelahiranku, di pinggir jalan lintas propinsi rumah sakit Budi Rahayu hingga kini masih berdiri dan sekarang tambah lebih bagus. Persis di sebelahnya ada Gereja GPIB yang dipakai bergantian oleh gereja Wesleyan, di situlah aku tiap minggu beribadah. Kebetulan pula ada teman yang lahir pada tanggal 9 Mei 1986 di rumah sakit yang sama dan kita gereja pula dan sama sama jadi pengiring musik di gereja..

Di jalan itu pula lewat bis Jogja - Jakarta via Semarang, Kendal dan jalur Pantura. Tak ketinggalan bis dari Solo, Wonogiri dan kota kota lain yang melewati Jogjakarta dan Semarang yang berakhir di Jakarta.Pernah pula bis dari Sumatra seperti PMTOH, ALS yang kulihat melewati jalan ini. Kalau boleh kusimpulkan secara narsis, Magelang itu ibarat Singapura dalam dunia perbisan, hanya menjadi jalur persinggahan yang straregis.

Karena ada saudara yang tinggal di Jakarta, kami sering jalan jalan ketika ada libur panjang. masih kuingat nama nama bis yang pernah kunaiki
 -Santoso, sampai sekarang masih eksis dan masih menjadi tunggangan utamaku untuk mengadu nasib di Jakarta.


-Ramayana, bus yang diidolakan mamakku tercinta karena jalannya relatif santai karena mamakku agak takut dengan kecepatan.


-Safari Dharma Raya, adikku biasanya naik OBL karena nyaman, tapi paling mahal harganya (plus makan gitu loh, sama dengan Ramayana E series). Dulu juga jadi idolaku jaman kuliah karena nyaman, santai, tak pernah ekekutif mesin intercooler yang sampai sekarang jadi andalan Lebak Bulus itu sampai di Jakarta kurang dari jam 5 pagi. Tapi kucoret dari daftar karena mengejar absen pukul 07.30 tidak bisa ditawar tawar lagi
-Putra Remaja, dulu ada trayek Jogja Jakarta, yang sekarang buka trayeknya minimal Lampung, ga bisa (mau) turun Jakarta. Rekor yang pernah diciptakan yaitu Merak Magelang 15.00-01.30, bapakku yang menjadi saksi hidupnya. Bus inilah yang jadi idola bapakku.

4 bis yang berbeda yang jadi idola 4 anggota keluargaku..

-Handoyo, tidak sampai 5 kali kunaiki karena seat 2-3 nya kurasa tidak nyaman, tapi untuk seat 2-2 nya akan kucoba tanggal 23 Januari 2011, Evobus bermesin RK 8 yang pernah merepotkan Scania Irizar dan Muji Jaya yang dibawa Mas David, dan menghempaskan perlawanan Santoso seri F, G, dan E yang kunaiki (1518 vs RK 8)
- Putra Gunung Kidul, sekarang sudah tak tahu gimana kabarnya,
- Dwi Martha, sekarang sudah tak tahu gimana kabarnya,
- Joko Kendil, sempat buka Eksekutif, smoking room tapi tak bertahan lama, bumelnya juga tak pernah kelihatan
- Timbul Jaya, bis Wonogiri yang dulu lewat Magelang tapi sekarang tidak pernah lagi,
- Benteng Jaya, yang sekarang jadi bus karyawan, dulu sering naik ini.
- Bogor Jaya, yang saat kunaiki bisnya pake punya Lippo Karawaci, rekor pribadiku yang sulit dipecahkan, berangkat dari Pulogadung 22.30 sampai Magelang 08.30 (it was flying!!!)
- Tunggal Dara, bus berwarna merah darah ini kunaiki dari Jakarta ke Magelang, kelas eksekutif, tapi sekarang kok ga pernah lewat lagi ya?
-Tri Mulia, sapujagad yang mengantarku sampai Bawen saja
-ALS yang membawaku sampai Rantau Prapat, Porsea, Aek Nabara Sumatra Utara,
-Satu Nusa, bus Aceh yang kunaiki dari Aek Nabara sampai Merak, hanya diovertake 2 Lorena di Lampung, yang saat itu sangat terkenal dengan kecepatannya. Bisku Exe dan banyak dempul di sekujur bodi "dari semua Satu Nusa, ini yang paling lari" terbukti bisa overtake ALS, ANS, Makmur, Pacitan Jaya Abadi, dan lainnya
 -Opranto, 7 jam dari Aek Nabara - Porsea dengan bis yang sebenarnya adalah truk yang dimodifikasi
  seingatku, itulah yang pernah aku naikin sampai lulus SMA

tes post

akhirnya saya punya blog, hehehe..